Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjelaskan tentang potensi pelanggaran Pemilu 2024 di luar negeri.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menjabarkan potensi-potensi pelanggaran pemilu tersebut berdasarkan pengalaman Pemilu 2019 silam dalam diskusi bersama kelompok kerja dalam rangka Pengamanan TPS Pemilu Luar Negeri tahun 2024 di Jakarta, Rabu (22/2).
"Kemungkinan ada kerawanannya (politik uang) di negara-negara tersebut, hal itu berdasarkan pengalaman pada pemilu sebelumnya," kata Bagja dikutip dari laman Bawaslu.go.id pada Kamis (23/2).
Bagja mengatakan bahwa potensi terjadinya politik uang tersebut lebih banyak terjadi di daerah yang dihuni para WNI dengan level pekerjaan buruh, seperti buruh perkebunan hingga asisten rumah tangga.
"Paling banyak di Malaysia. Ke depan poin-poin penting yang harus diperhatikan seperti negara-negara dengan tingkat kerawanaan tinggi seperti Malaysia, Saudi Arabia, Hongkong," ucap Bagja merinci.
Lebih lanjut, Bagja mengatakan bahwa potensi pelanggaran pemilu selanjutnya adanya mobilisasi pemilih.
"Pada Pemilu 2019 lalu, formulir C6 tidak terdistribusikan di Kuala Lumpur," jelasnya.
Selain mobilisasi, potensi kerawanan yang terjadi pada 2019 lalu yakni kesiapan TPS dan logistik.
"Di Kuala Lumpur, pada pemilu (2019) lalu ditemukan surat suara tercoblos. Hanya saja saat kami (Bawaslu) mau ambil sudah diambil kepolisian di negara malaysia dan ketika mau diakses tidak diperbolehkan itu yang menjadi kerawann pada 2019 lalu," jelasnya.
Diketahui, tiga metode pemungutan suara di luar negeri menggunakan kotak suara keliling, TPS luar negeri, dan pos.
"Kotak suara keliling dan pos ini paling banyak masalahnya," demikian Bagja menambahkan.