Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperingatkan bahwa sosialisasi pemilu dilarang menggunakan instrumen berbau Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA).
Imbauan tersebut disampaikan Ketua KPU Hasyim Asy’ari seusai menghadiri pelantikan Sekretaris Jenderal Bawaslu di Hotel Sultan, Jalan Gatot Subroto, Bendungan Hilir, Jakarta Selatan.
“Di UU Pemilu kan sudah jelas ada aturan menggunakan instrumental SARA kalau dalam bahasa UU, atau (bisa disebut) politik identitas sebagai sarana atau alat untuk mensosialisasikan diri atau mengkampanyekan diri, itu kan dilarang UU,” ujar Hasyim sesuai UU 7/2017 tentang Pemilu sebagaimana dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL pada Jumat (17/2).
Dalam penuturannya, Hasyim meminta Bawaslu untuk segera bertindak jika menemukan sosialisasi bermuatan politik identitas atau SARA.
“Kalau ada seperti ini, saya rasa teman-teman Bawaslu bisa memberikan teguran atau peringatan melalui surat peringatan, bahwa yang begitu enggak boleh atau dilarang Undang-undang,” sambungnya.
Hasyim juga menjelaskan terkait pelaksanaan teknis sosialisasi pemilu yang tetap menggunakan Peraturan KPU (PKPU) 33/2018 tentang Kampanye beserta sanksi pelanggarannya.
“Secara substantif atau normatif, Peraturan KPU 33/2018, terutama (tentang Pasal Sosialisasi) yang saya sebutkan tadi, khusus tentang pengaturan sosialisasi partai politik setelah penetapan sebagai peserta pemilu, di Pasal 25 itu masih cukup dan relevan,” katanya.
Adapun bunyi dari Pasal 25 ayat (2) PKPU 33/2018 sebagai berikut:
(2) Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan sosialisasi dan pendidikan politik di internal Partai Politik, dengan metode: a. pemasangan bendera Partai Politik Peserta Pemilu dan nomor urutnya; dan b. pertemuan terbatas, dengan memberitahukan secara tertulis kepada KPU dan Bawaslu paling lambat 1 (satu) hari sebelum kegiatan dilaksanakan.