Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyatakan bahwa Sistem proporsional Terbuka tidak merugikan pihak manapun dalam Sidang uji materiil atau judicial review (JR) norma Sistem Pemilu Terbuka.
Sidang uji materi UU Pemilu oleh Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut memasuki tahap mendengar keterangan pembuat UU yaitu DPR dan Pemerintah RI.
Anggota Komisi III Supriansa mewakili DPR menyampaikan JR Pasal 168 ayat (2) UU 7/2017 tentang Pemilu di hadapan 9 Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Ketua MK, Anwar Usman, di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (26/1).
"DPR RI berpandangan bahwa pasal-pasal a quo uu pemilu sama sekali tidak melanggar hak konstitusional para pemohon mendapatkan hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum," ujar Supriansa dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, pada Jumat (27/1).
Anggota DPR Fraksi Golkar tersebut juga menekankan bahwa nantinya para pemohon JR Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut berhak dipilih dan memilih jika Sistem Proporsional Terbuka tetap berlaku.
Adapun para pemohon di antaranya Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP, Yuwono Pintadi (Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.
"Pengaturan dalam pasal-pasal a quo yang dimohonkan pengujian oleh para pemohon, merupakan satu mekanisme dalam pelaksanaan pemilu yang berlaku umum bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa pengecualian," tutur Supriansa.
"Sehingga, pengaturan dalam uu pemilu telah memenuhi hak konstitusional seluruh wni termasuk para pemohon," sambungnya menutup..
Adapun sidang tersebut turut dihadiri beberapa Anggota Komisi III yaitu Supriansa dari Golkar, Taufik Basari atau Tobas dari Nasdem, Aboe Bakar Al Habsyi atau habib Aboe dari PKS, hingga Arteria Dahlan dari PDI Perjuangan.
Selain itu hadir dari pihak pemerintah Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Polpum Kemendagri), Bahtiar.
Presiden Jokowi yang diwakilkan Bahtiar turut menyampaikan bahwa pemerintah sepakat untuk mempertahankan sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini.
Terlebih dengan rangkaian tahapan Pemilu 2024 yang tengah berjalan dan untuk menghindari konflik antar partai maupun antar masyarakat.