Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah turut soroti wacana Sistem Pemilu Tertutup yang ramai beredar.
Sebelumnya, ramai wacana peralihan sistem perwakilan parlemen yang memungkinkan sistem proprosional tertutup dalam Pemilu 2024.
Sistem proporsional tertutup merupakan salah satu metode perwakilan berimbang di mana rakyat hanya dapat memilih partai, tetapi tidak dapat memilih kandidat secara individual.
Beredar kabar bahwa Mahkamah Konstitusi pun sudah menerima pengajuan gugatan Judicial Review untuk mengubah UU Pemilu terkait pemberlakuan sistem proprosional tertutup ini.
Bahkan Ketua KPU Hasyim Asy’ari dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) lantaran dianggap melanggar dua pasal yang diatur di dalam DKPP No 2/2019 dan melanggar Kode etik penyelenggaraan pemilu.
Wacana ini juga disoroti Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti dengan menyampaikan gagasan sistem proporsional terbuka terbatas.
"Usulan sesuai muktamar ada 2, yang pertama kita mengusulkan agar sistem proporsional terbuka sekarang ini diganti dengan sistem tertutup. Jadi hanya memilih gambar parpol. Nomor urut calegnya sudah ditetapkan oleh parpol. Usulan kedua adalah terbuka terbatas," ujar Mu'ti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL pada Rabu (4/1).
Mu'ti mengurai, sistem proporsional terbuka terbatas didasarkan pada kajian Muhammadiyah terhadap sistem proporsional tertutup yang dilakukan pada 2014 lalu. Sehingga konsep utamanya ada pada pengkajian BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) atau harga kursi.
Dalam penuturan Mu’ti, hitungan BPP adalah membagi jumlah suara sah di dapil dengan alokasi kursi di dapil tersebut. Sehingga nantinya, pemilih dalam pemilu diberikan dua pilihan, yakni mencoblos sosok caleg atau mencoblos parpol.
"Dengan sistem proporsional terbuka terbatas itu, suara pemilih masih terakomodasi, dan masih ada peluang bagi calon legislatif untuk dapat memiliki kesempatan terpilih tidak di nomor urut yang teratas," pungkas Mu’ti.