Penunjukan mantan narapidana kasus korupsi Muhammad Romahurmuziy sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) dinilai dapat memberi keuntungan bagi Partai Persatuan Pembangunan.
Jelang Pemilu 2024, Romahurmuziy atau yang karib disapa Romy ini dikabarkan kembali aktif dan diberi jabatan sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai dalam kepengurusan baru PPP yang ditetapkan pada 27 Desember 2022 hingga periode 2025.
Sebagian pihak melihat kebijakan partai berlambang Ka’bah tersebut kurang tepat lantaran dinilai sebagai keputusan yang ceroboh dan melanggar etika politik mengingat rekam jejak hukum Romy.
Namun, kebijakan menunjuk Romy sebagai ketua MPP diungkapkan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago dapat memberi keuntungan bagi PPP.
"Mungkin dalam artian bukan nama baik atau lain. Lebih kepada basis massa Romy untuk menggaet pemilih PPP di 2024," kata pria yang akrib disapa Arifki ini seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Senin (2/1).
Sebagai infromasi, Romy merupakan mantan Ketua Umum PPP mulai tahun 2016 dan anggota DPR RI mulai tahun 2009. Dua jabatan itu lepas setelah ditangkap KPK atas kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementreian Agama pada 15 Maret 2019.
Romy divonis 2 tahun penjara yang kemudian "dikorting" menjadi 1 tahun oleh hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Dalam penuturan Arifki, PPP masih merasa kehilangan figur dengan menihilkan etika dan moral sosok yang menjadi penasehat utama partai tersebut.
"Sehingga kesempatan dan ruang ini enggak diambil oleh kader-kader yang tersedia di internal sehingga masih mengambil orang-orang yang pernah bermasalah secara hukum," kata Arifki.
Lebih lanjut, Arifki mengatakan penunjukan Romy juga mengindikasikan kaderisasi PPP mengalami krisis dengan tidak adanya kader muda yang menempati posisi penting dalam partai.