Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ahmad Baidowi membeberkan alasan memberi mantan napi korupsi Romahurmuzy jabatan ketua Majelis Pertimbangan Partai.
Jelang Pemilu 2024, Romahurmuziy atau yang karib disapa Romy dikabarkan kembali aktif dan diberi jabatan sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai dalam kepengurusan baru PPP yang ditetapkan pada 27 Desember 2022 hingga periode 2025.
Romy merupakan mantan Ketua Umum PPP mulai tahun 2016 dan anggota DPR RI mulai tahun 2009. Dua jabatan itu lepas setelah ditangkap KPK atas kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementreian Agama pada 15 Maret 2019.
Romy divonis 2 tahun penjara yang kemudian "dikorting" menjadi 1 tahun oleh hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Kebijakan PPP tersebut memunculkan perbedaan pendapat di kalangan senior partai dan dinilai ceroboh oleh pengamat.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPP PPP Ahmad Baidowi atau yang karib disapa Awiek membeberkan alasan partau berlambang ka’bah tersebut memilih ketua MPP dari sosok Romy.
“Pertama, beliau sudah bebas sejak tiga tahun yang lalu, berdasarkan putusan kasasi beliau hanya divonis satu tahun,” katanya dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Senin (2/1).
Awiek menjelaskan bahwa tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan untuk mencabut hak politik Romy dan status tahanan Romy tidak lebih dari lima tahun.
“Berdasarkan putusan MK, putusan yang di bawah lima tahun itu boleh mencalonkan sebagai calon anggota DPR, apalagi menjadi pengurus partai, sangat boleh,” urai Awiek.
Dalam penuturan Awiek, dua pertimbangan tersebut menjadi pertimbangan yang dapat digunakan PPP tidak menyalahi hukum yang ada.
“Adapun lain-lain itu tentu itu kewenangan dari tim revitalisasi yang memasukkan nama beliau sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai,” pungkasnya.
Wakil Ketua Majelis Pakar PPP, Anwar Sanusi menegaskan dirinya tidak setuju dengan kebijakan partai yang memberi posisi strategis tersebut kepada Romy.
"Kami senior boleh dibilang, saya masuk PPP 1982, jadi kami melihat secara etika politik saya tidak setuju atau melanggar etika politik. Kurang wajar lah, kalau beliau menjabat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan,” ujarnya.
Kritik juga datang dari pengamat, salah satunya dari pakar komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jakarta Jamiluddin Ritonga yang menilai kebijakan PPP tersebut ceroboh.
"Romy sosok yang pernah divonis pidana satu tahun penjara dalam kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama. Ini artinya, Romy secara moral sudah tak layak memberi pertimbangan ke partainya,” tegas Jamiluddin.