Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dipertanyakan kapasitasnya setelah memunculkan wacana peralihan sistem pemilu 2024 kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.
Sistem proporsional tertutup merupakan salah satu metode perwakilan berimbang di mana rakyat hanya dapat memilih partai, tetapi tidak dapat memilih kandidat secara individual.
Indonesia pernah menerapkan sistem perwakilan macam ini hingga tahun 2008. Sistem proporsional tertutup dinilai tidak lagi relevan. Pernyataan ketua KPU RI untuk kembali menerapkan sistem ini mendapat banyak kritik, salah satunya disampaikan Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia.
"Itu saudara Hasyim dalam kapasitas apa mengeluarkan pernyataan seperti itu? KPU adalah institusi pelaksana undang-undang, sementara bila ada perubahan sistem pemilu artinya ada perubahan undang-undang," kata Ahmad Doli Kurnia dikutip dari Kanto Berita Politik RMOL Jumat (30/12).
Pria yang karib disapa Doli ini menjelaskan bahwa perubahan dan penerbitan UU merupakan wewenang legislatif dalam hal ini DPR bersama pemerintah berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sedangkan wewenang KPU RI hanya sebagai penyelenggara Pemilu.
"Memang saya mendapatkan informasi bahwa ada pihak yang sedang mengajukan judicial review (JR) soal sistem pemilu itu. Di dalam Pasal 168 ayat (2) disebutkan bahwa pelaksanaan pemilu legislatif menggunakan sistem proporsional daftar terbuka," kata Doli.
Oleh karena itu, Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini curiga bahwa Hasyim turut ambil bagian dari pihak-pihak yang mengajukan JR dan berlagak mendahului putusan MK.
"Saya juga berharap MK dapat mengambil posisi yang netral, objektif, dan memahami posisi UU Pemilu yang sangat kompleks dan pada pembahasannya dilakukan kajian mendalam dan membutuhkan waktu yang cukup panjang," tegas Doli.