Kedatangan Anies Baswedan ke Kota Solo untuk menghadiri pernikahan putri dosen FEB Universitas Sebelas Maret (UNS) disambut unjuk rasa penolakan massa aksi yang menamai Masyarakat Kota Solo atau MKS.
Belasan massa aksi anggota MKS berjajar di pinggir jalan sekitar Resto Ayam-Ayam, tempat syukuran nikah tersebut digelar. Tepatnya di Klodran, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar.
Anggota MKS tersebut membawa lembaran kertas karton yang bertuliskan sejumlah kalimat penolakan kedatangan Anies.
"Tolak Kampanye Terselubung Anies Baswedan, Wong Solo Tolak Anies Baswedan, Anies Baswedan, Bapak Politik Identitas, Tolak," di sejumlah poster.
"Menurut kami, Anies Baswedan telah memberikan contoh buruk bagi demokrasi di Indonesia. Dia melakukan kampanye terselubung di berbagai daerah dengan kedok safari politik," ucap Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Krisna dalam orasinya seperti dikutip dari laman tempo.co.
Menanggapi hal tersebut, penyelenggara acara Lukman Hakim Hasan mengaku tidak mengetahui kejadian di luar.
"Nggak, saya nggak sempat lihat (aksi warga) tadi," ucapnya.
Tenaga pengajar di UNS sekaligus Ketua umum DPP Jaringan Relawan Nasional (Jarnas) Anies Baswedan tersebut mengkonfirmasi bahwa kedatangan mantan gubernur DKI Jakarta tersebut hanya memenuhi undangan menghadiri pernikahan putri pertamanya yang berlokasi di Gedung Graha Saba Buana dan Resto Ayam-Ayam.
Dalam penuturan Lukman, pesta pernikahan putrinya juga menjadi momen reuni bersama teman-teman dan rekan organisasi.
"Ya ini untuk syukuran pernikahan putri pertama saya, sekaligus juga karena ingin bersilaturahmi dengan teman-teman di antaranya dari alumni UGM, HMI, dan Jarnas (Jaringan Relawan Nasional Anies Baswedan) dari berbagai daerah," katanya.
Menurut Lukman, aksi penolakan sudah biasa terjadi dalam iklim demokrasi.
"Kalau dari pengalaman saya di beberapa tempat itu bisa by designed (dirancang), atau ada yang mungkin tidak senang, misal dengan perkumpulan-perkumpulan dan sebagainya. Ya prinsipnya kalau saya dan Pak Anies ya biasa saja di iklim demokrasi, orang boleh tidak sepakat, tidak suka," ungkapnya.
"Ya biarkan saja. Kita juga kan tidak punya kekuatan apa-apa untuk bisa melarang orang melakukan unjuk rasa, mengungkapkan perasaannya dan sebagainya," pungkas Lukman.