Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia meminta KPU RI untuk melakukan transparansi data di tengah mencuatnya isu kecurangan manipulasi data partai politik.
Hal tersebut disampaikan Direktur DEEP Indonesia, Neni Nur Hayani dalam keterangan tertulis.
"Jangan sampai ada calon peserta pemilu yang dirugikan, di sisi lain juga ada calon peserta pemilu yang diuntungkan. Ini baru tahapan awal proses penetapan peserta Pemilu 2024," ujar Neni Nur Hayati dikutip dari keterangan tertulis DEEP Indonesia pada Kamis (15/12).
Neni menjelaskan, bantahan KPU atas isu manipulasi data partai politik dalam tahapan verifikasi faktual tidak cukup dengan bantahan secara verbal.
“Sebab publik membutuhkan kepastian dan informasi yang jelas atas isu kecurangan yang tidak bisa disepelekan,” sambungnya.
Dalam penuturan Neni, KPU RI bersama para penyelenggara Pemilu melaksanakan tupoksi berdasarkan asas-asas yang tercantum dalam UU yang telah diatur sebelumnya.
Sebagaimana Pasal 3 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum telah mengamanatkan bahwa KPU, Bawaslu, dan DKPP harus menjalankan prinsip penyelenggaraan yang mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, akuntabel, proporsional, professional, dan efisien.
"Harusnya hal tersebut bukan hanya sekadar teks yang hanya dibaca tetapi juga menjadi implementasi nyata," tegas Neni.
Menanggapi beredarnya isu dan kejadian yang ada di lapangan, maka DEEP Indonesia imbau 3 hal kepada KPU.
Pertama, mendorong KPU RI melakukan transparansi dan akuntabilitas, termasuk dalam proses yang berlangsung pada subtahapan verifikasi faktual partai politik.
“Sehingga tidak ada kecurigaan publik terjadi adanya manipulasi data, tekanan dan intimidasi kepada peneyelenggara pemilu tingkat bawah,” terang Neni.
Jika diperlukan, Neni menyarankan KPU melakukan audit sipol dan menyampaikan hasilnya kepada publik.
"Ketertutupan hanya akan berakibat pada ketidakpercayaan publik kepada penyelenggara dan mengancam integritas pemilu," tegasnya.
"Kedua, terkait dengan adanya dugaan kecurangan yang terjadi di beberapa daerah karena adanya intervensi KPU RI kepada KPU Daerah saya kira ini membutuhkan penelusuran lebih lanjut,” sambung Neni kembali menegaskan.
Bawaslu, lanjut Neni, semestinya dapat melakukan penelusuran dan menjadikan informasi dari masyarakat sebagai informasi awal untuk ditindaklanjuti.
“Apakah benar terjadi dugaan kecurangan, apakah terpenuhi syarat formil materilnya ini tentu membutuhkan kajian,” paparnya.
Bawaslu diejlaskan Neni juga dapat melakukan pencermatan terhadap proses verifikasi faktual termasuk perbaikan verfak, karena Bawaslu juga memiliki data yang utuh atas tahapan yang telah dilakukan.
Hasil kajian Bawaslu dapat menjadi pembanding dengan data yang dimiliki KPU.
“Sekecil apapun hasil pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu sampaikan kepada publik agar publik tidak saling curiga dan ini bisa membangun trust antara masyarakat dengan penyelenggara,” sambungnya lagi.
Ketiga, DEEP mendorong masyarakat sipil untuk tidak lelah mengawal tahapan pemilu dan menyampaikan segala bentuk dugaan pelanggaran yang terjadi kepada pihak yang berwenang untuk pemilu yang bersih dan adil.