Peta kekuatan partai-partai politik masih sangat dinamis. Temuan survei Y-Publica menunjukkan PDIP tetap unggul dengan elektabilitas mencapai 18,4 persen. Gerindra yang biasanya berada pada peringkat kedua kini tergeser oleh Demokrat.
Elektabilitas Gerindra 11,5 persen, sedangkan Demokrat tipis di bawahnya sebesar 11,1 persen. Selama setahun terakhir Demokrat membayang-bayangi Gerindra pada posisi tiga besar, dan kini sukses menempatkan diri sebagai penantang kuat PDIP.
Pada papan tengah, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bergerak naik elektabilitasnya. Setelah sebelumnya meraih elektabilitas pada kisaran 5,2-5,4 persen, kini partai yang digawangi musisi Giring Ganesha itu mencapai 5,7 persen.
Sementara itu Nasdem mengalami pelemahan elektabilitas. Jika sebelumnya Nasdem masih mengamankan posisi di atas ambang batas parlemen, kini turun menjadi 3,6 persen. Dengan capaian tersebut Nasdem terancam tidak bisa kembali melaju ke Senayan.
“Demokrat berhasil menyalip Gerindra menjadi peringkat kedua, sedangkan Nasdem terancam gagal melenggang ke Senayan,” kata Direktur Eksekutif Y-Publica Rudi Hartono dalam press release di Jakarta, diterima Rabu (9/11/2022).
Menurut Rudi, positioning sebagai partai oposisi utama terhadap pemerintahan Jokowi sukses mengerek elektabilitas Demokrat. “Dengan terus mengkritik kebijakan Jokowi, Demokrat berharap bisa mengulang keberhasilan PDIP yang menjadi oposisi dua periode Presiden SBY,” tandas Rudi.
Artinya, jika Demokrat bisa mempertahankan tren kenaikan elektabilitas, tidak tertutup kemungkinan bisa mengejar PDIP. “Lebih-lebih jika Demokrat berhasil mengajukan figur AHY dalam kontestasi Pilpres, akan memberikan coattail effect yang signifikan bagi Demokrat,” lanjut Rudi.
Upaya partai-partai untuk meraih efek elektoral dari pencapresan dilakukan secara efektif oleh PSI. “Strategi PSI mengusung Ganjar-Yenny tampaknya berbuah kenaikan elektabilitas, di mana Ganjar diketahui kerap unggul dalam bursa calon presiden,” jelas Rudi.
Pada posisi di antara Demokrat dan PSI ada Golkar (7,8 persen) dan PKB (7,2 persen). “Partai oposisi lainnya yaitu PKS hanya mendulang elektabilitas 4,8 persen, tidak heran jika PKS bersikeras untuk mengajukan cawapres selain AHY pada koalisi pendukung Anies,” ungkap Rudi.
Demokrat dan PKS tengah berebut posisi cawapres, di mana Nasdem menjadi partai politik pertama yang secara terbuka mengusung Anies. “Hanya saja, seperti halnya PKS, insentif elektoral yang diharapkan dengan mendukung Anies belum tampak diraih oleh Nasdem,” Rudi menerangkan.
Yang terjadi justru gelombang pengunduran diri sejumlah kader Nasdem usai deklarasi Anies sebagai capres. “Para pemilih Anies tampaknya masih menunggu keseriusan koalisi yang digagas Nasdem, lebih-lebih mengingat rekam jejak Nasdem yang dulu mendukung Ahok,” ungkap Rudi.
Selain Nasdem, sejumlah partai Senayan lain juga terancam gagal yaitu PAN (2,3 persen) dan PPP (1,8 persen). Lalu ada partai-partai non-parlemen dan partai baru, yaitu Perindo (1,5 persen), Gelora (1,2 persen), dan Ummat (0,8 persen).
Selanjutnya ada Hanura (0,6 persen), PBB (0,4 persen), dan PKN (0,1 persen). Partai-partai lainnya nihil dukungan, dan pilihan partai lain 1,0 persen, sedangkan sisanya tidak tahu/tidak jawab 20,6 persen. “Partai-partai baru dan non-parlemen tengah menjalani verifikasi oleh KPU,” pungkas Rudi.