Ada momentum penting yang bisa didapat Partai Nanggroe Aceh (PNA) dari bebasnya bekas Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung. Momentum itu adalah rekonsiliasi dua kubu PNA yang belakangan ini terus berseteru.
"Jadi bebasnya Irwandi momen rekonsiliasi bagi PNA. Keluarnya Irwandi memperbaiki citra PNA kemudian kader-kader buat rekonsiliasi," ujar pengamat politik dari Universitas Syiah Kuala (USK), Effendi Hasan, dikutip Kamis (27/10/2022).
Effendi menuturkan, keluarnya Irwandi tidak akan menjadi ancaman bagi PNA versi Kongres Luar Biasa (KLB) Bireuen. Akan tetapi, kondisi ini dinilai akan menjadikan partai berwarna oranye itu lebih baik.
"Kalau bisa dibuat rekonsiliasi itu baru hebat, kalau terpecah enggak hebat Irwandi," kata Effendi Hasan.
Menurut Effendi, Irwandi sebagai pendiri partai dan pejuang partai harus mampu merekonsiliasilah para kader-kader untuk bersatu kembali. Apalagi menuju Pemilu 2024, PNA perlu kekuatan yang mumpuni.
Dia menilai, Irwandi sangat lihai soal proses rekonsiliasi itu. Sebab Irwandi juga lama menjadi ahli propaganda saat Aceh masih dilanda konflik bersentara antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah RI.
"Cara bagaimana mendamaikan, Irwandi lebih lihai. Bangun komunikasi politik bersama itu selesai," jelasnya.
Effendi menyebutkan, bahwa kepentingan PNA dan kepentingan Aceh lebih utama daripada kenpentingan konflik. Sebab, bila terus menerus berkonflik juga akan merugikan PNA.
"Berdamailah untuk menyelamatkan kepentingan partai lebih besar, bukan kepentingan-kepentingan individu," katanya.
Dia menambahkan, bahwa dari hasil rekonsiliasi itu nantinya perolah suara PNA dan raihan kursi di DPR pada Pemilu sudah pasti bakal meningkat, lantaran mesin politiknya kompak dan tidak terpecah belah.
"Soal itu sudah pasti karena mesin politiknya kompak tidak terpecah-pecah. Kalau terpecah akan membuat kader juga terpecah konsentrasi untuk memenangkan Pemilu," demikian Effendi.