Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) Erik Kurniawan menyebut keterwakilan perempuan di kepengurusan partai politik atau daftar calon legislatif memperbesar peluang parpol baru untuk lolos parliamentary threshold pada Pemilu 2024.
"Memperbesar peluang partai baru lolos parliamentary threshold," kata Erik dalam diskusi daring, dikutip Rabu (28/9/2022).
Erik juga menilai semakin banyak keterwakilan perempuan dalam kandidat caleg dapat menjadi insentif untuk mendongkrak elektabilitas parpol tersebut. "Terutama di level lokal, perempuan kan punya militansi. Misal, ibu-ibu PKK, militansinya tinggi-tinggi, pergaulan sosialnya tinggi," ujarnya.
Namun, Erik juga mengingatkan agar keterwakilan perempuan tidak hanya sekadar formalitas untuk memenuhi kebijakan afirmasi 30 persen dan memaknainya dari sisi angka belaka.
"Riset SPD (Sindikasi Pemilu dan Demokrasi) terakhir tahun 2022 juga menyatakan bahwa kita punya problem keterwakilan perempuan itu diinterupsi oleh hadirnya politik dinasti, istrinya bupati, puterinya bupati, keponakannya bupati," kata Erik.
Direktur Eksekutif Parwa Institute Muh Jusrianto mengatakan bahwa memunculkan sosok-sosok perempuan dalam pemilihan legislatif tahun 2024 dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi parpol baru. "Magnet bagi masyarakat bahwa di politik kita bisa ada kesetaraan antara perempuan dan laki-laki," katanya.
Ia menyebut bahwa aktor-aktor perempuan di legislatif maupun eksekutif perlu didorong karena keterwakilan perempuan di DPR masih belum cukup 30 persen. "Perlu untuk didorong ke depannya karena memang untuk di DPR RI sendiri itu masih belum cukup 30 persen," ucapnya.
Sementara, Sekretaris Jenderal DPP Prima Dominggus Oktavianus mengatakan dibutuhkan dorongan kuat untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam perpolitikan Indonesia, selain kebijakan afirmasi 30 persen perempuan dalam politik.
Mengenai hal tersebut, ia menyebut hal yang menjadi problem bagi parpol adalah bagaimana menciptakan ruang yang nyaman bagi perempuan untuk bisa ikut berpartisipasi.
"Wajah politik kita ini sangat maskulin, kenyataannya begitu. Bagaimana bisa mengubah itu, berarti memang perlu suatu dorongan yang kuat untuk partisipasi perempuan itu lebih tinggi," kata Dominggus.