Jawa Tengah Ganjar Pranowo kembali tak diundang PDIP dalam acara di Kota Semarang, Jawa Tengah, Minggu (18/9). Acara itu membahas persiapan pemenangan Pemillu 2024.
Sebelumnya, Ganjar juga tidak diundang PDIP dalam acara yang dihelat pada Mei lalu, juga di wilayah administrasi kepemimpinannya. Menjadi pertanyaan karena Ganjar merupakan kader PDIP dengan elektabilitas tertinggi sebagai calon presiden di hampir seluruh hasil survei. Sosoknya tentu memiliki pengaruh besar bagi PDIP.
Alih-alih mengoptimalkan Ganjar yang sudah memiliki modal popularitas dan elektabilitas tinggi, sejumlah kader PDIP justru membentuk Dewan Kolonel untuk meningkatkan citra serta elektabilitas Puan Maharani.
Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Kunto Adi Wibowo menganggap Ganjar masih memiliki kans diusung PDIP sebagai capres.
Menurutnya, Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri sangat rasional dalam memilih sosok yang akan diusung. Terlebih, Ganjar merupakan kader PDIP yang paling menjanjikan jika ditilik dari elektabilitas.
"Ganjar masih punya peluang cuma problemnya apakah peluang itu mengecil atau membesar," kata Kunto, dikutip Kamis (22/9)/2022).
Menurutnya, dinamika sejauh ini yang menunjukkan Ganjar seolah diabaikan oleh PDIP tidak menggambarkan keputusan partai yang sudah final. Pendaftaran capres-cawapres pun baru dibuka 2023.
Selama PDIP tidak memberhentikan Ganjar secara langsung dan melarangnya untuk tampil di muka publik, kata dia, Ganjar masih berpeluang menjadi capres yang akan diusung PDIP. Kunto juga mengingatkan bahwa pada Pilpres 2014 dan 2019 lalu, PDIP tidak mengusung capres dari trah Sukarno. Oleh karena itu, Ganjar tetap memiliki kans diusung sebagai capres oleh PDIP.
"Pilihannya apakah PDIP akan mengangkat anak ideologisnya sebagai calon presiden yaitu Puan atau akan mengangkat kadernya yang punya elektabilitas tinggi yaitu Pak Ganjar," kata Kunto.
"Bisa jadi dua-duanya bisa dimajukan. Itu Skenario yang paling indah," sambungnya. Pengamat politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo melihat kultur yang terbangun di PDIP yakni tidak selalu mengutamakan popularitas.
Dia berkaca pada Pilpres 2014 lalu ketika Jokowi diusung PDIP. Menurut Wasis, kala itu PDIP lebih melihat kapabilitas ketimbang popularitas Jokowi yang kalah dibanding Prabowo Subianto.
"Di sini PDIP punya cara sendiri dalam menominasikan siapa kader yang berhak menjadi capres," kata dia. Namun, semuanya kembali lagi pada keputusan Megawati Soekarnoputri selaku ketua umum PDIP.
Meski Ganjar dan Puan sama-sama potensial, dinamika politik yang berjalan masih dinamis. Beragam kemungkinan masih mungkin terjadi.
Dewan Kolonel yang dibentuk sejumlah anggota DPR fraksi PDIP pun perlu bekerja keras jika ingin membuat elektabilitas Puan Maharani tinggi seperti Ganjar Pranowo.
"Berpengaruhnya 'Dewan Kolonel' tergantung dari militansi dan intensitas dewan ini dalam mensosialisasikan Bu Puan karena tentu mensosialisasikan juga tidak mudah. Perlu berjejaring dari tingkat pusat hingga tingkat daerah tertentu," kata dia.