Badan Pengkajian MPR Djarot Saiful Hidayat mengklaim tak pernah membahas dan mengkaji rencana amendemen UUD 1945 tentang perpanjangan masa jabatan presiden-wakil presiden.
"Perlu kami sampaikan bahwa Badan Pengkajian [MPR] tidak pernah membicarakan atau mewacanakan amendemen UUD 1945 terkait dengan masa jabatan presiden atau presiden tiga periode," kata Djarot usai bertemu Komisioner KPU di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, dikutip Kamis (22/9/2022).
Djarot menjelaskan selama ini Badan Pengkajian MPR fokus melaksanakan konstitusi negara yang sudah ada. Ia juga memastikan pelbagai isu soal kajian perpanjangan masa jabatan presiden merupakan kabar bohong alias hoaks.
"Sehingga kalau di masa lalu ada berbagai macam informasi yang berkembang di sana sini, itu semuanya hoaks," ucapnya.
Djarot lantas menjelaskan proses amendemen UUD 1945 tak semudah yang dibayangkan. Terlebih lagi, dasar amendemen itu harus berdasarkan pada hasil kajian Badan Pengkajian MPR terlebih dulu.
"Badan Pengkajian sebagai alat kelengkapan majelis tidak pernah mengkaji perpanjangan masa jabatan presiden," kata Djarot.
"Artinya saya sampaikan kepada Pak Hasyim (Ketua KPU Hasyim Asy'ari) dan jajaran KPU bahwa Pemilu 2024 itu harus dilaksanakan sesuai konstitusi negara," tambahnya.
Djarot juga menjelaskan wacana presiden yang telah menjabat dua periode menjadi calon wakil presiden di Pemilu 2024. Ia mengatakan bahwa Pasal 7 UUD 1945 sebetulnya memberi peluang presiden yang menjabat dua periode menjadi cawapres.
Namun, menurutnya, ketentuan itu kemudian terbentur Pasal 8 UUD 1945. Pasal itu mengatur presiden akan digantikan oleh wakil presiden jika mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya.
"Aturannya tabrak di Pasal 7. Termasuk juga tentang persoalan etika politik dan moral politik. Pasal 7 memperbolehkan dan Pasal 8 membatasi. Maka Badan Pengkajian MPR bukan pada tempatnya memberikan respons harus A atau B. Tapi kita jelaskan ini lah sistem kita," tegas Djarot.