Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menilai pandangan Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa maju lagi sebagai calon wakil presiden (cawapres) tidak sesuai dengan spirit reformasi dan Konstitusi.
Menurutnya, spirit reformasi dan amandemen konstitusi adalah membatasi masa jabatan presiden agar tak terulang seperti di era Orde Lama maupun Orde Baru. "Jadi spirit dan komitmen itu yang seharusnya dipahami dan dipegang bersama-sama," kata Hidayat Nur Wahid dalam keterangannya dikutip, Senin (19/9/2022).
Hidayat Nur Wahid mengkritisi Jubir MK yang melemparkan isu ini, padahal bukan kewenangannya untuk membicarakan dan mengumumkannya. Untuk itu, ia meminta agar pimpinan MK menegur jubirnya tersebut.
"Seharusnya pimpinan MK menegur jubirnya ini. Apalagi lembaga peradilan dan jubirnya seharusnya bersifat silent, yakni hanya berbicara melalui putusan atas perkara yang datang kepadanya. Ini tidak ada perkara dan putusan mengenai itu, ibarat tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba jubir MK memunculkan isu liar, padahal itu pun bukan keputusan MK," kata politikus PKS ini.
Pernyataan yang bukan keputusan MK ini juga telah dibantah oleh Ketua MK pertama Jimly Asshiddiqie yang meminta publik tidak menjadikan pernyataan jubir MK sebagai rujukan.
Semestinya konstitusi yang dirujuk tidak hanya dibaca dan ditafsirkan secara harfiah, melainkan secara menyeluruh, sistematis dan kontekstual. "Koreksi, pembacaan, dan logika konstitusi yang disampaikan Prof Jimly sudah tepat.
Sebab seandainya Jokowi boleh menjadi cawapres, lalu presiden yang didampinginya wafat atau berhalangan tetap, maka Jokowi akan menjadi presiden kembali untuk ketiga kali. Ini jelas bertentangan dengan spirit reformasi dan teks konstitusi yang berlaku di Indonesia yaitu UUD Negara RI tahun 1945," katanya.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini berharap, agar wacana yang tidak sesuai dengan teks Konstitusi dan spirit reformasi ini segera ditutup dan diakhiri. Presiden Jokowi wajib bersikap tegas menolaknya.
"Jadi, tidak ada alasan dengan dalih kebebasan berpendapat, sehingga wacana semacam ini dibiarkan. Karena sesuai dengan UUDNRI 1945 pasal 28J, hak asasi terkait kebebasan berpendapat itu tidak liberal maupun permisif, ada batasannya. Salah satu batasannya adalah tidak melanggar undang-undang. Isu ini lebih berat, karena yang dilanggar bukan hanya UU, tetapi konstitusi itu sendiri," kata Hidayat Nur Wahid.
Jika membiarkan isu ini terus bergulir, kata Hidayat, maka akan makin membuat gaduh dan mengacaukan persiapan dan tahapan Pemilu serentak 2024.
"Tegas menolak isu ini, agar relawan dan rakyat taat konstitusi, dan fokus kepada persiapan sukseskan Pemilu dan Pilpres 2024 serta mendahulukan hal-hal lain yang krusial yang menyangkut amanat konstitusi dan janji kampanye, mengatasi masalah kesejahteraan masyarakat yang terdampak akibat kenaikan BBM dan lain-lain. Hal-hal itu lebih prioritas dan lebih penting untuk ditangani saat ini, dan bukan membiarkan masyarakat makin resah akibat kontroversi isu tak konstitusional itu," katanya.