Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Muhammadiyah menyebut bahwa polarisasi politik yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh aturan soal ambang batas pencalonan presiden (capres) di pemilihan presiden (Pilpres).
"Penyebab polarisasi terindikasikan akibat sistem salah kaprah ambang batas pencalonan presiden (presidential nomination threshold)," kata Ketua LHKP Muhammadiyah, Agus HS Reksoprodjo dalam keterangannya, dikutip Senin (19/9/2022).
Agus menyampaikan bahwa aturan itu menimbulkan praktik politik transaksional-oligarkis. Selain itu, juga menutup kesempatan masyarakat luas untuk menjadi kandidat secara adil dan setara.
Padahal, kata Agus, semestinya semua pihak bersepakat untuk memberikan kesempatan yang adil bagi rakyat. Tujuannya, untuk menghadirkan calon yang lebih beragam sehingga bisa terhindar dari politik pecah belah.
Agus menuturkan bila hal itu terus berlanjut, maka tidak menutup kemungkinan bangsa Indonesia akan mengalami demokrasi politik yang stagnan, involutif, dan bahkan mengalami kemunduran.
"LHKP Muhammadiyah mendukung penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan mendesak partai politik untuk memberikan pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang lebih beragam serta tidak menimbulkan benturan di masyarakat melalui antitesis 2 pasangan calon seperti halnya Pemilu 2014 dan Pemilu 2019," tuturnya.
Di sisi lain, lanjut Agus, yang harus dilakukan saat ini adalah memastikan Pemilu Serentak dan Pilkada Serentak Nasional Tahun 2024 berlangsung lebih bermartabat.
Kata Agus, hal ini bisa dimulai dengan penguatan nilai, karakter, serta integritas sebagai kriteria mutlak untuk para calon pemimpin nasional.
Selain itu, lanjutnya, pelaksanaan tahapan pemilu harus berjalan demokratis dan terlaksana sesuai tata kelola pemilu.
"Yang mampu menghasilkan kepemimpinan yang kuat dan visioner, dengan menempatkan kepentingan bangsa sendiri sebagai nilai utama bagi jalannya pemerintahan," ucap Agus.