Para buruh yang demo menolak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) di depan gerbang DPR RI membawa foto Puan Maharani yang sedang menangis. Foto itu tampaknya sengaja dibawa para pendemo untuk mengingatkan Puan agar konsisten dalam merespons persoalan yang sama.
Pengamat komunikasi politik Unibersitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga berpendapat, Puan ditantang pendemo untuk juga menentang kebijakan Joko Widodo menaikkan harga BBM dengan tetesan air mata sebagaimana ia menentang kebijakan Susilo Bambang Yodhoyono.
“Tuntutan pendemo itu sangat wajar mengingat jabatan Puan saat ini sebagai Ketua DPR RI. Apalagi salah satu fungsinya mengawasi kebijakan yang diambil eksekutif,” kata Jamiludin, Selasa malam (6/9/2022).
Saran Jamiludin, Puan seharusnya mendengarkan sungguh-sungguh aspirasi rakyat terkait kebijakan yang diambil eksekutif.
Dalam pandangan Mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini, kalau rakyat menolak kebijakan eksekutif, sudah seharusnya Puan memperjuangkannya untuk membatalkan kebijakan eksekutif tersebut.
Puan, tambah Jamiludin, tidak seharusnya memahami kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM sementara mayoritas rakyat menolaknya. Sebab, dengan model pandangan politik begitu, Puan jelas sangat tidak aspiratif dan tidak melaksanakan fungsi pengawasan.
“Kalau saat ini saja Puan sudah tidak aspiratif, tentu rakyat akan sulit menilainya layak menjadi presiden. Rakyat akan khawatir Puan akan mengabaikan suara rakyat bila nantinya menjadi presiden,” jelas Jamiludin.
Jamiludin juga mengulas analisa, jika Puan ingin sukses menjadi Capres dan kelak akan terpilih, maka saat inilah momen yang tepat menunjukkan dirinya sebagai pemimpin yang aspiratif.
“Jadi, momen kenaikan harga BBM akan menguji kelayakan Puan sebagai pemimpin yang sesungguhnya. Kalau Puan berani menolak kenaikkan harga BBM, maka ia layak menjadi capres pada Pilpres 2024,” pungkasnya.