Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dicetuskan Partai Golkar, PPP dan PAN dianggap kurang gereget. Hal itu diperparah karena elektabilitas setiap Ketua Umumnya masih sangat rendah.
“Keberadaan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) hingga saat ini tidak ada geregetnya. Ketua umum ketiga partai tersebut, Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan, dan Suharso Monoarfa, tidak ada yang menonjol. Elektabilitas ketiga ketua umum partai tersebut yang teramat rendah,” kata pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, seperti dilansir Kantor Berita RMOL, Senin (15/8/2022).
Padahal, sambung Jamiluddin, ketiga ketum partai tersebut saat ini semuanya Menteri di Kabinet Indonesia Maju pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maruf Amin.
Sebetulnya, apabila mereka ini layak jual, seharusnya dengan jabatan mentereng tersebut elektabilitasnya akan terkerek.
“Nyatanya elektabilitas mereka tetap jeblok,” ujar Jamiluddin.
“Kader ketiga partai politik tersebut juga tidak ada yang memiliki elektabilitas memadai. Ini mengindikasikan para kader tiga partai tersebut hingga saat ini belum ada yang layak menjadi capres,” imbuhnya menegaskan.
Selain itu, Jamiluddin menyebut arah Koalisi KIB belum jelas apa yang ingin dicapainya. Sebab, keinginan KIB untuk menghindari polarisasi dan menolak politik identitas juga dianggap hanya sekadar jualan politik.
“Realitasnya, polarisasi dan politik identitas yang kerap dipersoalkan hingga kini tidak membahyakan NKRI. Anak negeri tampak tetap berada dalam koridor NKRI. Para elite yang justru kerap membesar-besarkan bahaya polarisasi dan politik identitas. Seolah dua hal itu menjadi ancaman besar meruntuhkan NKRI,” tuturnya.
Padahal, masih kata Jamiludidin, masalah polarisasi dan politik identitas kalau dianggap berbahaya akan segera berakhir bila para elite meminta pengikutnya menghentikan hal tersebut. Dua hal itu akan mereda bila elite juga tak mempersoalkan itu lagi.
“Jadi, KIB memang belum dapat menjual koalisinya untuk dilirik masyarakat. Kiranya hal itu akan mempersulit KIB untuk berbicara banyak pada Pilpres 2024,” sebut mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini.
Menurutnya, KIB berpeluang dilirik bila dapat menyodorkan pasangan capres yang kompetitif. Pasangan capres ini tampaknya harus diambil dari luar KIB.
Atas dasar itu, KIB harus segera memunculkan capresnya agar tidak diambil partai lain. Bila terlambat, KIB akan kehilangan momentum dan menjadi koalisi yang kurang gereget.