Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi berharap tak ada suami istri yang bertengkar hanya karena berbeda pandangan politik di Pemilu dan Pilpres. Dia bicara demikian terkait dengan tahapan Pemilu 2024 yang sudah berjalan.
"Saya tegaskan, menjelang tahun politik, jangan sampai gara-gara berbeda pandangan, berbeda pilihan politik, suami-istri bertengkar, tetangga tidak berteguran, antarsaudara tidak rukun," kata dia lewat siaran pers, Minggu (14/8).
Zainut mengatakan aparatur sipil negara (ASN) khususnya di lingkungan Kementerian Negara harus menjaga kerukunan. ASN Kemenag, lanjutnya, perlu berperan dalam menjaga kedamaian selama pemilu dan pilpres berlangsung.
"Kita sebagai penghulu, penyuluh agama, guru, kita musti menjaga kerukunan dan perdamaian antar umat beragama, dan antar kelompok masyarakat," kata dia. Zainut mengingatkan bahwa masyarakat Indonesia cenderung majemuk atau memiliki keberagaman. Baik dari adat, bahasa, suku serta agama.
Semua itu jangan dijadikan faktor timbulnya perpecahan. Sebaliknya, perlu dijadikan pemahaman bahwa selama ini masyarakat bisa hidup rukun dengan semua itu.
"Sikap toleransi itu harus terpelihara agar kita tidak mudah dipecah belah dan diadu domba. Hal ini penting saya tekankan di saat kita menghadapi tahun politik yang penuh dinamika. Kita tidak boleh menganggap hanya kelompok kita lah yang paling benar, sementara kelompok lain itu salah," ujarnya.
Dia mengatakan Kementerian Agama memiliki program prioritas, salah satunya berupa moderasi agama. Menurutnya, moderasi yang dimaksud bukan memoderatkan agama. Hal yang perlu dimoderatkan adalah perilaku dan cara umat dalam menjalankan agamanya, supaya tidak ekstrem, baik ekstrem kiri maupun kanan, dalam kata lain tidak radikal juga tidak liberal.
"Di dalam internal umat Islam saja kita punya banyak perbedaan, baik perbedaan mazhab-nya, organisasinya, bahkan pilihan politiknya. Perbedaan-perbedaan itu diperbolehkan selama tidak menyinggung permasalahan pokok atau ushul agama," ucap Zainut.
"Kecuali jika sudah menyinggung permasalahan ushul, seperti ada nabi setelah Nabi Muhammad, baru kita persoalkan, kerana itu bukan lagi perbedaan, melainkan penyimpangan," tambahnya.