Menjelang pelaksanaan tahapan Pemilu Serentak 2024 yang kini telah berjalan, hubungan antara partai politik koalisi pemerintah malah berjarak, bahkan terlihat berseberangan.
Pasalnya, jelang 564 hari pemungutan suara yang digelar 14 Februari 2024 mendatang, parpol-parpol sudah melakukan manuver politik untuk bisa memenangkan pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif (Pileg).
Beberapa kalangan akhirnya menyoroti peristiwa ini, dimana ada satu hal yang terlihat oleh kaum akademisi adalah terkait manuver parpol pemerintah.
Akademisi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Ade Reza Haryadi melihat, parpol pendukung Kabinet Indonesia Maju semakin berjarak karena masing-masing sudah mulai fokus membuat poros koalisi baru menghadapi Pemilu Serentak 2024."Seolah-olah masing-masing mengejar kepentingan subjektifnya dan melupakan bahwa mereka terikat sebagai bagian dari parpol koalisi pendukung pemerintahannya," ujar Reza seperti dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (28/7).
Sebagai contoh yang konkret, Reza melihat antara Partai Nasdem dan PDI Perjuangan yang sama-sama tergabung di koalisi pemerintahan justru memiliki visi politik 2024 berbeda, alih-alih mereka menjaga jarak demi menjaga kepentingan politik subjektifnya.
"Nasdem yang mencoba membangun satu poros tersendiri, padahal dia bagian dari parpol pendukung pemerintahan," katanya.
Tak hanya Nasdem dan PDIP, ia juga melihat tiga parpol koalisi pemerintahan Jokowi, yaitu Partai Golkar, PPP, dan PAN, membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
Reza memprediksi, manuver politik yang dilakukan parpol koalisi pendukung Jokowi berpotensi melemahkan kerja-kerja pemerintahan yang masih harus diselesaikan hingga tahun 2024.
Tak cuma itu, dia juga pesimis kerja pemerintah berlanjut apabila masing-masing parpol koalisi berjalan sendiri-sendiri membangun iklim demokrasi yang memengaruhi tata kelola pemerintahan.
"Pak Jokowi merupakan episentrum koalisi politik dan pemerintahan. Jadi perlu kendali mengonsolidir partai-partai pendukungnya dan membuat semacam pemahaman dan kesepakatan bersama," tuturnya.
Lebih lanjut, peranan Jokowi dalam pembentukan koalisi di Pemilu Serentak 2024 juga bisa diterapkan kepada kekakuan politik di antara Nasdem dan PDIP yang sulit membuka ruang dialog. Padahal keduanya berpotensi menjadi poros politik yang bisa menyukseskan keberlanjutan pemerintahan ke depan.
Namun sayangnya, Reza melihat keputusan politik Nasdem yang memunculkan Ganjar Pranowo sebagai salah satu bakal calon presiden (bacapres) justru semakin memperkeruh hubungannya dengan PDIP.
"Saya kira forum-forum yang intensif, yang mengonsolidir parpol koalisi pendukung ini perlu diefektifkan oleh Pak Jokowi," tutupnya.