Permohonan PKS yang mengajukan pengujian Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu yang mengatur soal ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold, diharapkan bisa mengubah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang terdahulu.
Dosen politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun juga berharap legal standing yang dimiliki PKS cukup memiliki dasar untuk MK membatalkan presidential threshold menjadi 0 persen.
"PKS memiliki hak untuk menguji presidential threshold. Hanya saja, agak kurang tepat jika PKS hanya meminta MK untuk mengubah besaran angka ambang batas," jelasnya seperti dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL, Senin (25/7).
Sosok yang kerap disapa Ubed ini menuturkan, jika PKS menawarkan solusi presidential threshold menjadi antara 7 persen sampai 9 persen itu hak konstitisional PKS karena memperoleh suara nasional sebesar 8,21 persen pada pemilu 2019 lalu.
Tetapi, secara konstitusional sesungguhnya presidential threshold tidak dapat dibenarkan berapapun thresholdnya sebab sudah cukup ada parliamentary threshold.
Kendati begitu, Ubed memberikan apresiasi kepada PKS sebagai satu-satunya parpol yang memiliki kursi di parlemen berani mengajukan gugatan norma ambang batas pencalonan presiden ke MK.
"Saya kira sebagai upaya menolak presidential threshold apa yang dilakukan PKS patut dilihat sebagai bentuk perlawanan," demikian Ubed.
Diketahui, permohonan uji materiil presidential threshold diajukan PKS ke Kantor MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (6/7).
Saat itu yang memimpin proses pendaftaran permohonan gugatan itu ialah Presiden PKS Ahmad Syaikhu, yang meminta MK mengubah presidential threshold menjadi 7 sampai 9 persen.
Syaikhu mengungkapkan, PKS mengikuti alur pemikiran MK yang telah mengadili setidaknya 30 permohonan uji materi terkait Pasal 222 UU Pemilu.
MK menyebutkan bahwa angka presidential threshold sebagai open legal policy pembentuk undang-undang, dan PKS sepakat dengan argumentasi ini.
Hanya saja, Syaikhu memandang seharusnya open legal policy tersebut disertai dengan landasan rasional dan proporsional, agar tidak bertentangan dengan UUD 1945.