Politisi Partai Golkar Maman Abdurrahman menilai ketokohan individu menjadi modal penting dalam pemilihan presiden (pilpres).
Namun Maman juga mengimbau agar partai politik berhati-hati dalam memutuskan seorang tokoh sebagai calon presiden (capres). Terlebih, bila tokoh itu bukan kader partai dan hanya mengandalkan tingginya popularitas.
"Kita harus hati-hati pada saat kita sekadar, kita memilih calon yang sekadar populer saja. Akhirnya idealisme yang dimiliki si calon, si presiden terpilih nanti mau tidak mau harus sedikit digeser, karena harus dibangun kompromi," kata Maman dilansir dari Kompas.com, Rabu (20/7).
Dalam diskusi virtual yang digelar Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC), ia berpandangan, capres yang bukan merupakan kader partai politik justru akan menyulitkan jika terpilih sebagai presiden. Sebab, tokoh itu tidak memiliki nilai tawar saat konsolidasi pemerintahan ke depan.
"Perlu diingat bahwa pemilik tiket untuk mengusung seseorang dalam Pilpres adalah partai politik. Capres non kader parpol akan berkompromi untuk mengakomodasi keinginan para pihak yang mendorongnya maju sebagai capres," pungkasnya.
Maman mengkritik terhadap mereka-mereka yang mempunyai istilah free rider. Dan ini sudah banyak contoh kasus, seperi halnya dia bukan figur partai, tetapi mendapat dukungan. Setelah jadi, cenderung akhirnya bergeser dari idealisme-idealisme amanah partai.
Di sisi lain, Maman turut mengritik sosok non kader yang hanya mengandalkan popularitas dan elektabilitas tinggi. Ia menilai, sosok ini kerap lupa bahkan abai dengan partai pengusung setelah terpilih.
"Pada saat sudah dapat partai, sudah jadi, terkesan cenderung akhirnya mengabaikan positioning partai sebagai salah satu alat formal untuk mencalonkan," tutur dia.