Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) membutuhkan adanya reformasi.
Fahri Hamzah mengatakan demikian setelah MK 30 kali menolak gugatan uji materi (judicial review) terkait Undang-undang Pemilu.
Gugatan dimaksud adalah pengujian materi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) dengan salah satu gugatan dari Partai Gelora yang juga ditolak oleh MK pada Kamis (07/07).
"MK sekarang perlu di reformasi. Kita ini terlalu romantis, sudah 30 kali ditolak, kalau sudah 30 kali, ya MK sudah disandera terus oleh politisi. Maka politisinya kita tumbangkan," tegasnya dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL pada Minggu (15/07).
Fahri mengatakan bahwa MK berlaku demikian lantaran menjadi korban permainan politik para oknum.
"Saya tidak terlalu tertarik untuk menuntut Mahkamah Konstitusi terlalu banyak, sebab MK itu juga korban dari permainan politik sekarang," ujarnya.
"Makanya saya berani mengatakan, MK adalah korban, karena saya pernah menjadi politisi, tahu betul permainan politik seperti ini," tambah Fahri.
Fahri menyatakan bahwa publik saat ini tidak bisa berharap banyak kepada MK secara sadar untuk memperbaiki dirinya, karena telah disandera politisi. MK telah melenceng dari tujuan pembentukan awal sebagai penjaga konstitusi.
"Jadi untuk memperbaiki MK ke depan, kita perlu elaborasi definisi negarawan agar mereka tidak mudah dipengaruhi politisi," ujarnya.
Untuk itu, Fahri menegaskan bahwa Partai Gelora akan menjadi garda terdepan dalam menjaga marwah demokrasi di Indonesia
"Partai Gelora percaya spirit demokrasi yang sehat ditandai dengan lancarnya sirkulasi kepemimpinan di setiap level. Sehingga demokrasi kita tidak dikuasai oligarki. Kita perlu mengawal demokrasi yang mengedepankan substansi," tandasnya.