Lembaga Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia menghimbau KPU untuk memastikan pengamanan data di Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL).
Hal tersebut disampaikan direktur DEEP Indonesia Neni Nur Hayati lantaran melihat banyaknya kebocoran data yang terjadi sebelumnya seperti dalam Pemilu 2019 lalu.
"Seperti yang terjadi di pemilu 2019 lalu banyak ditenukan data ASN, TNI/Polri dicatut. Ini sangat merugikan pemilik data," kata Neni dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL pada Senin (11/07).
Menurut Neni Nur Hayati, pengamanan data dalam sistem terpadu semacam SIPOL juga memerlukan adanya perlindungan hukum untuk menjamin hak dari setiap individu. Sehingga dapat dilakukan tindak lanjut semisal kebocoran data kembali terjadi.
"Bagaimana ketika itu ditemukan masyarakat bisa melapor," pungkasnya.
Sejumlah 42 Partai Politik (Parpol) sudah diterima KPU terdaftar di sistem SIPOL yang dibuka sejak 24 Juni 2022 lalu.
Parpol yang sudah teregistrasi di SIPOL berarti dapat melakukan proses pra pendaftaran peserta Pemilu Serentak 2024.
Sebelumnya, Neni juga mempertanyakan koordinasi antara KPU dan Bawaslu terkait akses permasalahan akses SIPOL yang dikeluhkan Bawaslu.
Bawaslu mengeluhkan KPU hanya memberikan akses pembacaan data di SIPOL, tetapi tidak memberikan akses seluas-luasnya yang berpengaruh terhadap optimalisasi kinerja pengawasan Bawaslu sendiri.
"Mestinya hal ini sudah terbangun sehingga Bawaslu tidak perlu lagi mengeluhkan pada publik. Kalau masih ada keluhan artinya menyimpan tanda tanya, dua lembaga penyelenggara Pemilu tidak menjalin komunikasi efektif," demikian kata Neni.