Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mempertanyakan rincian aturan pemberian akses Bawaslu dalam membaca sistem informasi parpol (Sipol).
Dalam draf Peraturan KPU (PKPU) Pasal 143, disebutkan Bawaslu hanya mendapat akses pembacaan data tanpa penjelasan yang rinci sejauh mana Bawaslu dapat mengakses hal tersebut dan tingkatan pengawas Pemilu mana saja yang diberikan akses terhadap Sipol.
"Bahkan hingga sampai saat ini Bawaslu belum mendapatkan akses terhadap Sipol. Padahal tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Untuk menciptakan pemilu yang berintegritas, sebaiknya KPU segera memberikan akses Sipol kepada Bawaslu agar proses pengawasan dapat dilakukan sejak dini," kata Bagja seperti dikutip dari laman bawaslu.go.id, Jumat (8/7).
Selain itu, dalam melakukan verifikasi administrasi terhadap keanggotaan partai politik yang dinyatakan belum memenuhi syarat (BMS), KPU melakukan verifikasi faktual pendahuluan terkait dengan keanggotaan BMS tersebut.
Bagja menyarakan dalam proses ini sebaiknya KPU dapat melibatkan Bawaslu sesuai dengan tingkatannya karena hasil verifikasi administrasi persyaratan keanggotaan parpol tersebut berupa berita acara yang berpotensi sengketa.
Berkaca pada penggunaan sipol dalam Pemilu 2019, Bawaslu memiliki beberapa catatan yang dalam Rancangan PKPU sejauh ini tidak ada klausul penyempurnaan.
"Hal ini berpotensi mengulang masalah penggunaan Sipol pada pemilu sebelumnya," ujar Bagja.
Sejumlah masalah yang berpotensi muncul, kata dia, seperti penyalahgunaan data atau identitas individu oleh peserta pemilu ke dalam Sipol.
Kedua, mekanisme perbaikan data Sipol atas data/identitas individu yang disalahgunakan.
Ketiga, mekanisme verifikasi faktual kepengurusan dan anggota terhadap penyalahgunaan data/individu dalam Sipol.
Keempat, jaminan perlindungan hak individu yang data/identitasnya disalahgunakan ke dalam Sipol.
Kelima, perbedaan data untuk daerah pemekaran antara data KPU dan Kemendagri sehingga syarat minimum kepengurusan tidak bisa terpenuhi dalam sistem.
"Keenam, penduduk di daerah tapal batas atau daerah pemekaran yang administrasi kependudukannya belum update dengan daerah sesuai domisili tetap penduduk tersebut. Terakhir, tidak dapat mengidentifikasi data ganda antar partai," kata dia.