BERITAPEMILU.iD Rencana menduetkan Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan sepertinya akan menemukan batu sandungan. Salah satu alasannya karena adanya perang dingin antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.
Peneliti utama Pusat Data Riset (Pusdari) Gabryel Alexader mengatakan potensi duet pemersatu ala Surya Paloh tersebut sulit untuk terwujud.
Pasalnya ada beberapa hal yang mengganjal keduanya untuk Bersatu dalam satu barisan koalisi.
“Pertama calon yang di usung NasDem adalah kader aktif PDIP, di Rakernas kemarin sudah jelas untuk Capres PDIP ada di tangan Megawati, bahkan Ganjar sendiri yang membacakan. Itu kendalanya," kata Gabryel seperti dikutip dari Tribunnews.com, Senin (4/7/).
"Selain itu, antara Surya Paloh dan Megawati sang Ketua Umum PDIP kurang harmonis dan belakangan terus mengkrucut, sindir menyindir diantara pimpinan tertinggi Nasdem dan PDIP cukup kentara, ini sulit jika bersatu,” lanjutnya.
Antara Surya Paloh dan Megawati, kata Gabryel, ibarat perang dingin yang secara diam-diam terlibat revalitas, apalagi keduanya dianggap sebagai king maker pada Pilpres 2024.
"Tentu saja Anies yang sudah dicalonkan sebagai salah satu Capres dari Nasdem, akan sulit untuk bertemu dengan Ganjar. Megawati secara tegas tidak ingin ada yang istilahnya begal membegal kadernya, kecuali kader tersebut menyatakan keluar dari barisan partai moncong putih," ujarnya.
Lebih lanjut, Gabryel memprediksi Anies sulit dapat restu Presiden Jokowi mengingat tidak ada benang merah yang bisa menautkan garis politik Anies dengan Jokowi.
"Anies sulit dapat restu Jokowi, selain ada perbedaan garis politik, Pak De juga pasti akan memutar rekaman kelam peristiwa Pilkada DKI lalu betapa politik identitas yang kuat menempel pada diri Anies. Sehingga sulit dan dipastikan tidak dapat restu," katanya.
Gabryel juga mengingatkan bahwa politik identitas akan selalu ada jika dalam kandidasi politik pada 2024 nanti, masing-masing Capres tidak memiliki komitmen yang kuat untuk sama-sama menghindarinya dari kelompok lain dengan memanfaatkan isu-isu politik identitas.
"Cara menghilangkan politik identitas itu bukan menduetkan Ganjar dan Anies, tapi komitmen elite politik untuk berani melawan para penunggang gelap yang mencoba memanfaatkan Pilpres untuk dijadikan kendaraan propaganda politiknya," ujarnya.
Seperti diketahui, Surya Paloh sempat menyinggung jangan sombong dan merasa hebat sendiri yang dinilai ditunjukkan kepada Megawati, sementara itu putri sang proklamator itu juga merespon nya pada saat Rakernas dengan merasa heran karena dirinya dianggap sombong.
"Itu kan Mega langsung meresponnya dengan merasa heran atas sentilan Surya Paloh. Mega mengatakan bahwa partainya tidak pernah menjelekkan parpol atau ketua umum nya itu pernyataan yang cukup jelas merespon perkataan SP,” ungkap Gabryel.
Rekam jejak perseteruan Surya dan Mega tidak hanya itu, Gabryel mengatakan saat pelantikan anggota DPR/MPR periode 2019-2024 tertangkap kamera Mega nampak menyalami semua yang hadir menyambutnya kecuali Surya Paloh.
“Sehingga ini cukup krusial untuk mendekatkan Anies-Ganjar atau Ganjar-Anies, karena pucuk pimpinannya belum menunjukan tanda-tanda akan berkolaborasi,” ulasnya.
Variabel yang cukup sulit untuk mewujudkan itu, lanjut Gabryel, basis konstituen antara Nasdem dan PDIP sama-sama berhaluan nasionalis sehingga tidak bisa merangkul kalangan islam modern.
“Walaupun Anies kini dekat dengan kalangan islam modernis, itu kurang cukup mewakili, kecuali PKS mau ikut join, tapi apakah PDIP akan mau? belum tentu,” ucapnya.