Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto diprediksi akan kembali maju dalam gelaran pemilihan presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Namun, peluang dari Menteri Pertahanan itu dinilai amat kecil untuk menang dalam ajang pesta demokrasi nanti.
Menurut Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan atau Zulhas bila Prabowo memaksakan maju pada Pilpres 2024 yang bersangkutan serta para pendukungnya harus rela menerima kelahan untuk keempat kalinya.
Diketahui, Prabowo pertama kali menjadi peserta Pilpres pada 2009 silam.
Saat itu ia menjadi Cawapres dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Pada Pilpres 2009, Mega-Prabowo harus mengakui keunggulan pasangan lainnya, yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono.
Lima tahun berselang, Prabowo maju menjadi Capres dan didampingi oleh Hatta Rajasa sebagai Cawapres. Kala itu, mereka melawan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla.
Hasil Pilpres 2014 diketahui pasangan Jokowi-Jusuf Kalla keluar sebagai pemenang dalam gelaran pesta demokrasi tersebut.
Selanjutnya, saat Pilpres 2019 Prabowo kembali mencoba peruntungan dengan memilih Sandiaga Uno sebagai Cawapres. Melawan sosok yang sama, Prabowo terpaksa harus mengakui keunggulan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Berdasarkan pengalaman yang sudah terjadi, kata Zulhas, seharusnya Prabowo belajar dan cukup menjadikan peristiwa yang lalu sebagai pembelajaran agar tak lagi maju pada Pilpres 2024 mendatang.
"Kalau Pilpres rasional Pak Prabowo kalah. Kenapa? Pak Prabowo media tidak ada yang mendukung, dua pengusaha logistik tidak ada yang dukung, tiga operasional tidak mendukung, empat ada sejarahnya, lima berkali-berkali calon kalah. Jadi tidak menang," kata Zulhas seperti dikutip dari laman Merdeka.com, Kamis (30/6).
Hal sebaliknya jika Jokowi kembali maju. Ia menyebut, Jokowi memiliki basis massa yang loyal dan infrastruktur politiknya sangat mumpuni.
"Pak Jokowi, TNI Polri mendukung. Pengusaha mendukung, media mendukung, operasional mendukung," kata dia.
Terkait Koalisi Indonesia Bersatu,(KIB) ia menjelaskan, koalisi itu dibentuk agar di Pilpres nanti ada lebih dari dua pasangan calon.
"Karena ini (syarat Presidential Threshold) 20 persen, supaya menghindari dua (paslon). Nanti kita coba dan dahului supaya ada tiga. Nah kalau ada tiga kan seru," ujarnya.
Ia mengatakan, bila dalam Pilpres 2024 nanti hanya menghadirkan dua pasangan calon, dikhawatirkan kembali menimbulkan perpecahan di masyarakat akibat persaingan Pilpres.
"Kalau bisa calonnya tiga, syukur-syukur bisa lebih, gitu ya. Sehingga kita jangan sampai menjual kampanye untuk pecah belah, tapi ditawarkan itu, gagasan, konsep, bagaimana Indonesia maju, swasembada pangan, bagaimana lingkungan Indonesia climate Change juga tambah bagus lingkungannya, anak muda dapat kesempatan lapangan kerja yang baik," urainya.
Ia mengaku alasan itulah yang menjadi pertimbangan bergabung dengan Golkar dan PPP membangun KIB. Pria yang baru saja diamanahi sebagai Menteri Perdagangan ini menegaskan KIB harus terbentuk hingga tingkat daerah.
"Iya sampai ke daerah-daerah bareng-bareng. (Wajib) iya dong harus," tuturnya.