Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengatakan perlu ada perubahan kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) dan lembaga terkait untuk menangani maraknya disinformasi Pemilu 2024 di media sosial (Medsos).
Hal tersebut disampaikan Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dalam kunjungan dan audiensi di Kantor Kominfo di Jakarta pada Selasa (28/06).
Kunjungan Bawaslu ke Kantor Kominfo disebutkan Rahmat Bagja dalam rangka bersilaturahmi dan menguatkan sinergi kelembagaan. Ia datang dengan didampingi Anggota Bawaslu Puadi dan diterima langsung oleh Menkominfo Johnny Gerard Plate.
Rahmat Bagja menjelaskan, saat ini tahapan Pemilu sudah berjalan. Kaa Bagja, tantangan yang sedang dihadapi Bawaslu dalam menyambut Pemilu 2024 berupa disinformasi, hoaks, hingga ujaran kebencian. Ia mengidentifikasi, penyebabnya adalah rendahnya pemahaman masyarakat.
"Ada juga tantangan terkait ketidakpahaman masyarakat soal kebebasan berbicara vs ujaran kebencian dan disinformasi," ujar Bagja dikutip dari bawaslu.go.id.
Menghadapi tingginya penggunaan Medsos yang juga menjadi tempat penyebaran disinformasi, hoaks, hingga ujaran kebencian, Bawaslu menekankan adanya tindakan pencegahan.
"Kami pada prinsipnya lebih mengutamakan pencegahan dalam bentuk menginventarisasi isu-isu yang disinformasi, kontra narasi isu disinformasi," paparnya.
Pria yang karib disapa Bagja tersebut mengatakan, perlu ada penguatan literasi digital, khusunya terkait kepemiluan dengan berbagai stakeholder.
Atas dasar itulah, tambah Bagja, perlu ada dukungan dari Kominfo untuk penguatan sinergi koordinasi dengan platform sosial media seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan Tiktok.
"Ini penting untuk mencegah terjadinya disinformasi, hoaks, hate speech, rasis," kata Bagja.
Bagja juga menyampaikan bahwa take down konten hanya meredam konten negatif, tidak menghapus hingga akar. Dengan demikian, Bawaslu perlu memperbarui kerja sama dengan Kominfo dan lembaga terkait lainnya untuk merealisasikan upaya pencegahan tersebut.