Anggota Bawaslu Puadi menyebutkan bahwa penanganan netralitas saat pelaksanaan Pemilu 2024 tak hanya bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) saja, melainkan juga harus dilakukan pengawasan terhadap aparat TNI dan Polri.
"Tidak usah takut, kita harus tetap sampaikan kalau memang TNI dan Polri salah. Jangan sampai keadilan Pemilu difokuskan pada netralitas ASN," kata Puadi seperti dikutip dari laman bawaslu.go.id, Selasa (28/6/2022).
Menurut dia, penanganan netralitas ASN dalam Pemilu harus ditegakkan melalui cara pandang menyeluruh.
Baginya, konsep penanganan netralitas ASN tidak hanya dari kaca mata hukum kepemiluan, tapi juga bisa dimaknai dari sisi hukum administrasi pemerintah.
Selama ini, menurut Puadi, Bawaslu masih dihadapkan dalam masalah teknis hukum, khususnya pemaknaan terhadap norma-norma penegakan netralitas ASN yang diatur dalam Undang Undang (UU) Pemilu, UU Pilkada dan UU ASN sendiri.
"Netralitas ASN itu tidak bisa dimaknai dari sisi kepemiluan saja tapi harus dimaknai darisisi administrasi pemerintah. Ini yang harus kita pahami," ujarnya.
Ia mengatakan, cara pandang seperti ini harus dimiliki seluruh pengawas pemilu supaya tidak terjadi pandangan yang dikotomis antara UU Pemilu, UU Pilkada dan UU ASN dalam menangani pelanggaran netralitas ASN Pemilu 2024.
Selanjutnya, Puadi mengungkapkan dalam UU ASN terkait sanksi dalam pelanggaran netralitas ASN hanya sebatas administrasi.
Namun dalam UU Pemilu dan UU Pilkada mengandung dua sanksi yaitu administrasi dan pidana.
"Ada satu kewenangan yang bukan kewenangan Bawaslu yang kemudian harus direkomendasikan dengan kewenangan terhadap wilayah lain atau lembaga lain, mungkin kita kategorikan dengan pelanggaran lainnya yang produk hukumnya hanya sebatas rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh lembaga yang berwenang untuk memberikan sanksi administrasi," ujarnya.